Tampilkan postingan dengan label Fiqih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiqih. Tampilkan semua postingan

Pengurusan Jenazah

Pengurusan Jenazah


Seornag muslim yang sudah meninggal harus diurus jenazahnya secara terhormat. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan bagi orang yang telah meninggal dunia, yaitu :
  1. Hendaklah segera dipejamkan matanya, ditutup mulutnya, kemudian dilipatkan kedua tangannya di atas badanya dan kedua kakinya diluruskan.
  2. Hendaknya ditutup seluruh tubuhnya dengan kain dan jangan sampai terbuka auratnya.
  3. Memberitakan kepada zanak famili jenazah dan bagi orang yang mengetahuinya hendaknya segera berta'ziah di rumah duka.
Kewajiban Terhadap Jenazah

Kewajiban pengurusan jenazah bagi orang yang masih hidup adalah memandikan, menggafankan, menyolatkan dan menguburkan. Kewajiban-kewajiban ini termasuk fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam yang jika telah dilaksanakan oleh sebagian mereka dianggap mencukupi. Tetapi jika diantara umat Islam tidak ada yang melaksanakan maka umat Islam seluruh daerah itu berdosa semua.


a. Memandikan Jenazah

Syarat-syarat jenazah yang harus dimandikan :
  1. Jenazah itu mulim atau muslimah
  2. Badan atau anggota badannya masih ada walaupun hanya sebagain yang tinggal
  3. Jenazah itu bukan mati syahid (mati dalam perang membela Islam)
    Rasulullah SAW bersabda :
    Dari Jabir ra, sesungguhnya Nabi SAW telah memerintahkan sehubungan orang-prang yang gugur dalam perang uhud supaya mereka dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak pula dishalatkan. (HR. Al-Bukhari).
Cara Memandikan Jenazah
  1. Jenazah ditempatkan di tempat yang terlindung dari panas matahari, hujan atau pandangan orang banyak. Jenazah diletakkn pada tempat yang lebih tinggi seperti dipan/balai.
  2. Jenazah diberi pakaian basahan misalnya sarung supaya auratnya tertutup. Yang memandika hendaknya memakai sarung tangan.
  3. Air untuk memandikan jenazah disunnahkan diberi daun bidara atau sesuatu yang dpaat menghilangkan daki seperti sabun atau yang lain. Sebagian dari air ada yang dicampur dengan kapur barus untuk digunakan sebagai siraman terakhir.
  4. Jenazah yang akan dimandikan dibersihkan terlebih dahulu dari najis yang melekat pada anggota badannya.
  5. Kotoran yang mungkin ada di dalam perut jenazah dikeluarkan dengan cara menekan perutnya secara berhati-hati kemudian disucikan dengan air. Kotoran yang ada pada kuku jari-jari tangan dan kai termasuk kotoran yang ada di mulut atau gigi dibersihkan.
  6. Menyiramkan air ke seluruh tubuh jenazah sampai merata dari kepala hingga ke ujung kaki dengan cara membaringkan jenazah ke kiri ketika membasuh anggota yang kanan dan membaringkan badannya ke kanan ketika membasuh anggota badannya yang kiri.

    Serangkaian kegiatan ini dihitung satu kali basuhan dalam memandikan jenazah. Sedangkan untuk memandikan jenazah disunnahkan 3 kali atau 5 kali. Basuhan terakhir dengan menggunakan air yang dicampur dengan kapur barus.
  7. Dalam memandikan jenazah disunnahkan mendahulukan anggota wudhu dan anggota badan sebelah kanan.

    Rasulullah SAW bersabda :
    Dari Ummi Athiyah ra, Nabi SAW telah masuk kepada kami ketika kami memandikan putri beliau kemudian bersabda : "Mandikanlah ia tiga kali atau lima kali atau lebih jika kamu pandang baik lebih dari itu dengan air dan daun bidara, dan basuhlah yang terakhir dicampur dengan kapur barus". (HR. Al-Bbukhari dan Muslim)

    Pada riwayat lain : "Mulailah dengan bagian badannya yang kanan dan anggota wudhu dari jenazah tersebut".

    Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda mengenai orang yang mati terjatuh dari kendaraannya yaitu : "Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Orang yang Berhak Memandikan Jenazah

Jika jenazah itu laki-laki, maka yang memandikannya harus orang laki-laki, kecuali istri dan mahramnya. Demikian juga jika jenazah itu wanita, maka yang memandikannya harus wanita, kecuali suami dan mahramnya. Jika suami dan mahramnya semuanya ada, maka suami lebih berhak memandikan istrinya, demikian juga jika istri dan mahramnya semuanya ada, maka istri lebih berhak memandikan suaminya.

Jika yang meninggal seorang laki-laki dab di tempat itu tidak ada orang lak-laki, istri maupun mahramnya, maka jenazah itu cukup ditayamumkan saja, tidak dimakndikan oleh wanita lain. Demikian juga bila yang meninggal seorang wanita dan di tempat itu tidak ada suami atau mahramhya,maka jenzah cukup ditayamumkan saja. Jika jenazah itu masih anak-anak, baik laki-laki atau wanita, maka yang memandikannya boleh dari kaum laki-laki atau wanita.

b. Mengafani Jenazah

Yang dimaksud mengafani jenazah adalah membungkus jenazah dengan kain. Kain kafan diberli dari harta peninggalan mayat. Jika mayat tidak meninggalkan harta, maka kain kafan menjadi tanggungan orang yang menanggung nafkahnya ketika ia masih hidup. Jika yang menanggung nafkahnya juga tidak ada, maka kain kafan menjadi tanggungan kaum muslimin yang mampu.

Kain untuk mengafani jenazah paling sedikit satu lembar yang dapat menutupi seluruh tubuh mayat baik laki-laki maupun perempuan. Bagi yang mampu disunnahkan untu mayat laki-laki dikafani dengan tiga lapis kain tanpa baju dan sorban, sedangkan untuk mayat wanita disunnahkan lima lapis kain masing-masing untuk kain panjang (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung atau semacam cadar dan sehelai kain yang menutupi seluruh tubuhnya.

Kain kafan diutamakan yang berwarna putih, tetapi jika tidak ada, warna apapun diperbolehkan dan diberi kapur barus dan harum-haruman.

Dari Aisyah ra, Rasulullah SAW telah dikafani dengan tiga lapis kain yang putih bersih yang terbuat dari kapas, tidak ada di dalamnya baju maupun sorban. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dari Laila binti Qanif ra, ia berkata : "Saya adalah seorang yang ikut memandikan Ummu Kultsum binti Rasulullah SAW ketika wafatnya. Yang mula-mula diberikan oleh Rasulullah pada kamu adalah kain basahan, kemudian baju, kemudian tutup kepala, kemudian kerudung (semacam cadar) dan sesudah itu dimasukkan dalam kain yang lain (yang menutupi sekalian tubuhnya)." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Rasulullah SAW bersabda : "Pakailah kain kamu yang putih, karena sesungguhnya sebaik-baik kain adalah kain yang putih dan kafanilah oleh kamu dengan kain yang putih itu." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).

c. Menyolatkan jenazah

Masalah sholat jenazah ini sudah dibahas pada bunga rampai 4, silahkan lihat kembali.

d. Menguburkan Jenazah

Jenzah dikuburkan setelah dishalatkan. Menguburkan jenazah ini hendaknya disegerakan karena sesuai dengan sabda Nabi SAW :

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : "Segeralah membawa jenazah, karena jika ia orang yang shaleh maka kamu menyegerakannya kepada kebaikan, dan jika ia bukan orang shaleh maka suapay kejahatan itu terbuang dari tanggunganmu." (HR. Jama'ah).

Jenazah hendaknya dipikul oleh empat orang dan diantarkan oleh keluarga dan teman-temannya sampai ke pemakaman.

Dari Ibnu Mas'ud ra, ia berkata : "Siapa yang menghantarkan jenazah maka hendaklah memikul pada keempat penjuru keranda, karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan sunnah (peraturan Nabi SAW)." (HR. Ibnu Majah).

Langkah-langkah Penguburan Jenazah
  1. Mula-mula digali liang kubur sepanjang badan jenazah dengan lebar satu meter dan dalam lebih kurang dua meter. Di dasar lubang dibuat liang lahat miring ke kiblat kira-kira muat mayat, atau jika tanahnya mudah runtuh dapat digali liang tengah. Dengan demikian binatang buas tidak dapat membongkarnya atau jika maya membusuk tidak tercium baunya.

    Dari Amir bin Sa'ad ia berkata : "Buatkanlah untuk saya lubang lahat dan pasanglah di atasku batu bata sebagaimana dibuat untuk kubur Rasulullah SAW". (HR. Ahmad dan Muslim)
  2. Jenazah yang telah sampai di kubur dimasukkan ke dalam liang lahat itu dengan miring ke kanan dan menghadap kiblat. Pada saat meletakkan jenazah hendaklah dibacakan lafazh :

    "Bismillah wa 'alaa millati rasulillaah" (Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah SAW). (HR. At-Turmudzi dan Abu Dawud).
  3. Semua tali pengikat kain kafan dilepas, pipi kanan dan ujung kaki diletakkan pada tanah. Setelah itu liang lahat atau liang tengah ditutup dengan papan atau kayu atau bambu, kemudian di atasnya ditimbun dengan tanah sampai galian lubang rata, dan ditinggikan dari tanah biasa. Di atas arah kepala diberi tanda batu nisan.

    "Sesungguhnya Nabi SAW telah meninggikan kubur putra beliau Ibrahim kira-kira sejengkal." (HR. Al-Baihaqi).
  4. Meletakkan pelepah yang masih basah sesuai dengan hadits dari Ibnu Abbas atau meletakkan kerikil di atas kubur dan menyiramnya dengan air.

    Dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya, sesungguhnya Nabu SAW telah menaruh batu-batu kecil di atas kubur putra beliau Ibrahim. (HR. Asy-Syafii).

    Dari Ja'far bin Muhammad dari ayahnya, sesungguhnya Nabi SAW telah menyiram kubur putra beliau Ibrahim. (HR. Asy-Syafii).
  5. Mendoakan dan memohonkan ampunan untuk si mayat.

    Dari Utsman ra, adalah Nabi SAW apabila telah selesai menguburkan mayat, beliau berdiri di atasnya dan bersabda : "Mohonkanlah ampnan untuk saudaramu dan mintalah untuknya supaya diberi ketabahan karena sesungguhnya ia sekarang sedang ditanya." (HR. Abu Dawud dan disahkan oleh Al-Hakim).
Hal-hal yang Bersangkutan Dengan Harta Mayat

Harta peninggalan orang yang meninggal haruslah ditasharufkan sesuai dengan urutan prioritas berikut ini :
a. Pembiayaan penyelenggaraan jenazah
b. Penyelesain hutang-hutang
c. Pelaksanaan wasiat
d. Pembagian harta waris kepada ahli waris

Pembiayaan Penyelenggaraan Jenazah

Bagi jenazah yang meninggalan harta peninggalan, maka prioritas utama penggunaannya adalah untuk keperluan pembaiyaan jenazah berupa :

- pembelian kain kafan, sabun, minyak wangi, kapur barus, dam lain-lain
- pembelian papan, penggalian kubur dan biaya penguburan lainnya.

Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya, jika terjadi musibah kematian, hendaknya di rumah itu tidak menyelenggarakan makan-makan, atau mengambil harta peninggalan untuk menjamu orang-orang yang datang berta'ziah. Bahkan Nabi SAW menganjurkan kepada orang-orang yang datang berta'ziah membawa makanan untuk keluarga yang terkena musibah.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ubadillah bin Ja'far ra, ia berkata : Ketika databng berita meninggalnya Ja'far karena terbunuh, Nabi SAW bersabda : "Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'far karena sesungguhnya mereka sedang menderita kesusahan (kekalutan fikiran)". (HR. Lima ahli hadits kecuali An-Nasai).

Penyelesaian Hutang-hutang

Setelah harta peninggalan diambil untuk biaya pengurusan jenazah, maka harta peninggalan lainnya untuk melunasi hutang-hutang, yaitu :
  • hutang kepada Allah berupa kemungkinan ada nadzar yang belum dilaksanakan, zakat baik zakat firah maupun zakat harta, ibadah haji yang belum ditunaikan padahal ia telah mampu dan lain-lain.

    Rasulullah SAW bersabda :
    "Hutang kepada Allah itu lebih berhak untuk dibayar." (HR. Ibnu Abbas).
  • Hutang kepada sesama manusia harus segera diselesaikan supaya mayat segera terbebas dari hutang yang belum dibayar. Dalam hal ini ahli waris si mayat harus berusaha menanyakan kepada sanak fmili dan teman-temannya jika di antara mereka ada yang dihutangi oleh almarhum/almarhumah semasa masih hidup.

    Rasulullah SAW bersabda :
    Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW telah bersabda : "Diri seorang mu'min itu bergantung (tidak sampai ke hadirat Allah SWT) karena hutangnya, sehiungga dibayar terlebih dahuku hutangnya itu (oleh sanak familinya yang masih hidup)." (HR. Ahmad dan At-Turmudzi).

    Apabila mayat tidak mempunyai harta untuk melunasi hutangnya atau harta penninggalannya tidak mencukupinya, maka hutang mayat menjadi tanggungan ahli warisnya. Jika ahlki waris tidak mampu juga, maka hal ini diserahkan kepada Allah SWT.

    Rasulullah SAW bersabda :
    Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda : "Hutang itu ada dua macam, maka siapa yang meninggal dunia dan ia berniat untuk melunasinya maka saya walinya (yang akan mengurusnya), dan siapa yang meninggal dan tidak ada niat untuk melunasinya maka yang demikian itu pembayarannya akan diambil dari kebaikannya, karena pada hari ini tidak ada emas dan tidak ada perak". (HR. At-Thabrani).
Pelaksanaan Wasiat

Jika mayat meninggalkan wasiat dan harta peninggalan masih ada maka harus dipenuhi. Wasiat yang harus dipenuhi ialah yang tidak melebihi sepertiga harta peninggalannya.

Firman Allah SWT :
"Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya." (QS. An-Nisaa : 11).

Dalam hadits disebutkan :
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Alangkah baiknya jika manusia mengurangi wasiatnya dari sepertiga menjadi seperempat, karena Rasulullah SAW bersabda : "Wasiat itu sepertiga, sedang sepertiga itu sudah banyak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Pembagian Harta Waris Kepada Ahli Waris

Pembagian harta waris dilakukan setelah dikeluarkan biaya pengurusan jenazah, penyelesaian hutang dan wasiat. Pembagian harta waris haruslah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ilmu faraidh.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Berikanlah bagian-bagian warisan itu kepada ahlinya, maka kelebihannya diberikan kepada orang yang lebih utama (dekat), yaitu orang laki-laki yang paling dekat dengan yang meninggal." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Anak-anak yang ditinggal mati orang tuanya harus dipelihara oleh keluarga yang dekat, dicukupi kebutuhannya, diperhatikan pendidikannya dan jangan sampai terlantar. Mereka yang tidak mempunyai saudara maka yang berkewajiban mengurusnya adalah kamu muslimin yang mampu. Mengurus anak yatim ini hukumnya fardhu kifayah.

Allah SWT berfirman :
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik." (QS. Al-Baqarah : 220).

"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." (QS. Al-Maa'un : 1-3).
readmore »»  

Keutamaan Tasbih

Mukaddimah

Secara bahasa, kata Tasbîh berasal dari kata kerja Sabbaha Yusabbihu yang maknanya menyucikan. Dan secara istilah, kata Tasbîh adalah ucapan subhaanallah. Ucapan ini merupakan dzikir kepada Allah yang merupakan ibadah yang agung.

Dalam hal ini, terdapat banyak kaidah di dalamnya dimana secara global dapat dikatakan bahwa setiap kaidah yang digunakan untuk menolak perbuatan bid’ah dan berbuat sesuatu yang baru di dalam agama, maka ia adalah kaidah yang cocok untuk diterapkan pula pada beberapa parsial (bagian) penyimpangan di dalam berdzikir dan berdoa, karena dzikir, demikian juga doa, adalah murni masalah ‘ubudiyyah kepada Allah Ta’ala. Sedangkan kaidah dari semua kaidah di dalam hal tersebut adalah bahwa semua ‘ibadah bersifat tawqîfiyyah, yang diformat dalam ungkapan, “Melakukan ibadah hanya sebatas nash dan sumbernya.”


Kalimat tersebut direduksi dari nash-nash yang beragam, diantaranya hadits shahih yang menyatakan bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda :

“Barangsiapa yang melakukan sesuatu yang baru di dalam urusan kami ini (agama) sesuatu yang tidak terdapat di dalamnya, maka ia tertolak.”

Dan hadits shahih yang lainnya bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda :

“Setiap sesuatu yang baru (diada-adakan) maka ia adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan (tempat pelakunya) adalah di neraka.”

Oleh karena itu, hendaknya kita berhati-hati di dalam melakukan suatu bentuk ibadah dan harus selalu mengacu kepada dalil-dalil yang jelas dan shahih serta kuat yang terkait dengannya sebab bila tidak, maka dikhawatirkan amal yang dilakukan tersebut justeru menjerumuskan pelakunya ke dalam hal yang disebut dengan Bid’ah tersebut sekalipun dalam anggapannya hal tersebut adalah baik.

Tentunya, di dalam kita melakukan apapun bentuk ibadah, termasuk dalam hal ini, dzikir, harus mengikuti (mutaba’ah) kepada Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam sehingga kita tidak menyimpang dari manhaj yang telah digariskannya.

Perlu diketahui bahwa mutâba’ah tersebut tidak akan tercapai kecuali apabila amal yang dikerjakan sesuai dengan syari’at dalam enam perkara:

Pertama, sebab
Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada Allah dengan sebab yang tidak disyari’atkan, maka ibadah tersebut adalah bid’ah dan tidak diterima (ditolak).

Contoh: ada orang yang melakukan shalat tahajjud pada malam dua puluh tujuh bulan Rajab dengan dalih bahwa malam itu adalah malam mi’raj Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam (dinaikkkan ke atas langit). Shalat tahajjud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab tersebut menjadi bid’ah. Karena ibadah tadi didasarkan atas sebab yang tidak ditetapkan dalam syari’at. Syarat ini – yaitu: ibadah harus sesuai dengan syari’at dalam sebabnya- adalah penting, karena dengan demikian dapat diketahui beberapa macam amal yang dianggap termasuk sunnah namun sebenarnya adalah bid’ah.

Kedua, jenis
Artinya, ibadah harus sesuai dengan syari’at dalam jenisnya. Jika tidak, maka tidak diterima. Contoh: seorang yang menyembelih kuda untuk kurban adalah tidak sah, karena menyalahi ketentuan syari’at dalam jenisnya. Yang boleh dijadikan qurban yaitu onta, sapi dan kambing.

Ketiga, kadar (bilangan)
Kalau ada seseorang yang menambah bilangan raka’at suatu shalat, yang menurutnya hal itu diperintahkan, maka shalat tersebut adalah bid’ah dan tidak diterima, karena tidak sesuai dengan ketentuan syari’at dalam jumlah bilangan raka’atnya. Jadi, apabila ada orang shalat zhuhur lima raka’at, umpamanya, maka shalatnya tidak shah.

Keempat, kaifiyyah (cara)
Seandainya ada orang berwudhu dengan cara membasuh tangan, lalu muka, maka tidak sah wudhu’nya karena tidak sesuai dengan cara yang ditentukan syar’ait.

Kelima, waktu
Apabila ada orang menyembelih binatang qurban pada hari pertama bulan dzul hijjah, maka tidak shah karena waktu melaksanakannya tidak menurut ajaran Islam. Misalnya, ada orang yang bertaqarrub kepada Allah pada bulan Ramadhan dengan menyembelih kambing. Amal seperti ini adalah bid’ah karena tidak ada sembelihan yang ditujukan untuk bertaqarrub kepada Allah kecuali sebagai qurban, denda haji dan ‘aqiqah. Adapun menyembelih pada bulan Ramadhan dengan i’tikad mendapat pahala atas sembelihan tersebut sebagaimana dalam idul Adhha adalah bid’ah. Kalau menyembelih hanya untuk memakan dagingnya, boleh saja.

Keenam, tempat
Andaikata ada orang beri’tikaf di tempat selain masjid, maka tidak shah I’tikafnya. Sebab tempat I’tikaf hanyalah di masjid. Begitu pula, andaikata ada seorang wanita hendak beri’tikaf di dalam mushallla di rumahnya, maka tidak shah I’tikafnya karena tempat melakukannnya tidak sesuai dengan ketentuan syari’at.

Contoh lainnya: seseorang yang melakukan thawaf di luar masjid haram dengan alasan karena di dalam sudah penuh sesak, thawafnya tidak shah karena tempat melakukan thawaf adalah dalam baitullah tersebut, Allah berfiman: “dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf”. (Q.S. al-Hajj: 26).

Terkait dengan kajian hadits kali ini, tema yang kami angkat adalah masalah keutamaan Tasbih, yaitu ucapan seperti yang disebutkan dalam hadits di bawah ini, dan lafazh semisalnya yang terdapat di dalam hadits-hadits yang lain. Lafazh Tasbih dalam hadits kita kali ini, bukanlah satu-satunya lafazh yang memiliki nilai amal yang tinggi, ada lagi lafazh-lafazh yang lainnya yang bisa di dapat di dalam buku-buku tentang dzikir atau bab-bab tentang dzikir dalam kitab-kitab hadits.

Dzikir kita kali ini adalah dzikir yang terdapat di dalam hadits yang shahih dan telah disebutkan kapan waktunya, yaitu bisa dilakukan setiap hari namun tidak disebutkan lebih lanjut kapan tepatnya, sehingga dapat dikategorikan mengenai waktu yang tepatnya ini ke dalam dzikir yang mutlak alias kapan saja, di luar dzikir-dzikir yang telah ditentukan waktunya.

Semoga kita dapat memaknai, menghayati dan mengamalkannya sehingga tidak luput dari pahala yang sedemikian besar ini. Amin.

Dari Abu Hurairah radliyallâhu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan ‘Subhânallâhi Wa Bihamdihi’ di dalam sehari sebanyak seratus kali, niscaya akan dihapus semua dosa-dosa (kecil)-nya sekalipun sebanyak buih di lautan.” (HR.al-Bukhariy)

Faedah Hadits

Hadits diatas menyatakan keutamaan dzikir "Subhânallâhi wa bihamdihi" yang mengandung makna Tasbih (penyucian) terhadap Allah Ta’ala dan penyucian terhadap-Nya pula dari hal-hal yang tidak layak dan pantas bagi-Nya, seperti memiliki kekurangan-kekurangan, cacat-cela dan menyerupai semua makhluk-Nya.

Hadits tersebut juga mengandung penetapan segala pujian hanya kepada-Nya baik di dalam Asma` maupun shifat-Nya. Dia-lah Yang Maha Hidup sesempurna hidup; kehidupan yang tiada didahului ketiadaan (yakni bukan dalam arti; sebelumnya tidak ada kehidupan lalu kemudian ada) dan tiada pula kehidupan itu akan pernah hilang/sirna.

Barangsiapa yang bertasbih kepada Allah dan memuji-Nya sebanyak seratus kali di dalam sehari semalam, maka dia akan mendapatkan pahala yang maha besar ini. Yaitu, semua dosa-dosa (kecil)-nya dihapuskan dengan mendapatkan ma’af dan ampunan-Nya, sekalipun dosa-dosa tersebut sebanyak buih di lautan. Tentunya, ini merupakan anugerah dan pemberian yang demikian besar dari-Nya.

Para ulama mengaitkan hal ini dan semisalnya sebatas dosa-dosa kecil saja sedangkan dosa-dosa besar tidak ada yang dapat menghapus dan menebusnya selain Taubat Nashuh (taubat dengan sebenar-benarnya).

Imam an-Nawawiy berkata, “Sesungguhnya bila dia tidak memiliki dosa-dosa kecil, maka semoga diharapkan dapat meringankan dosa-dosa besarnya.”

Rujukan:
  • Kitab Tawdlîh al-Ahkâm Min Bulûgh al-Marâm, karya Syaikh. ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Bassâm, Jld.VI, Hal.409)
  • Tashhîh ad-Du’â’ karya Syaikh Bakr Abu Zaid, Hal. 39
  • Kesempurnaan Islam Dan Bahaya Bid’ah, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah
readmore »»  

Hadats

Hadats berasal dari kata "Al-Hadats" yang artinya suatu peristiwa, kotoran, atau tidak suci. Menurut istilah syariat Islam ialah keadaan tidak suci seseorang sehingga menjadikan tidaknya sahnya dalam melakukan suatu ibadah tertentu.

Macam-macam Hadats

1. Hadats Kecil, ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci maka ia harus wudhu atau jika tidak air/berhalangan, maka dengan tayammum.

Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah :
  1. Keluar sesuatu dari dua lubang yakni qubul dan dubur. Firman Allah : "... atau kembali dari tempat buang air (kakus) ..." (QS. Al-Maidah : 6).

  2. Karena hilang akal sebab mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur. Rasulullah SAW bersabda : "Telah diangkat pena itu dari tiga perkara, yaitu dari anak-anak sehingga ia dewasa (baligh), dari rang tidur sehingga ia bangun dan dari orang gila sehingga ia sehat kembali." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
  3. Karena persentuhan antara kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram tanpa batas yang menghalanginya. Allah SWT berfirman :
    " ....atau kamu menyentuh perempuan (yang bukan mahram)..." (Al-Maidah : 6).
  4. Karena menyentuh kemaluan, baik kemaluan orang lain maupun kemaluan sendiri dengan telapk tangan atau jari. Jika yang mengenai kemaluan selain telapak tangan dan jari maka tidak termasuk yang mengharuskan bersuci dari hadats kecil.
    Dari Basrah bin Shafwan sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : "Siapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia bersudhu." (HR. Lima Ahli Hadits).
2) Hadat Besar, adalah keadaan seseorang tidak suci dan supay suci maka ia harus mandi atau jika tidak ada air/berhalangan maka denga tayammum.

Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah :
  1. Bertemunya kelamin laki-laki dengan perempuan (bersetubuh) baik keluar mani maupun tidak.
    "Apabila bertemu dua khitan maka sungguh ia wajib mandi meskipun tidak keluar mani." (HR. Muslim).
  2. Keluar mani, baik karena mimpi atau sebab lain.
    Dari Abu Said Al-Khudri ra, ia berkata : Rasulullah SAW besabda : "Air itu dari air." -- maksudnya wajib mandi karena keluar air mani -- (HR. Muslim).
  3. Meninggal dunia.
    Dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya Nabi SAW bersabda tentang orang yang meninggal karena terjatuh darikendaraannya, mandikanlah dengan air dan bidara dan kafanilah dengan dua kainnya." (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
  4. Haid (menstruasi), yaitu darah yang keluar dari kemaluan wanita yang telah dewasa pada setiap bulannya.
  5. Nifas, yaitu darah yang keluar dari kemaluan wanita sehabis melahirkan.
  6. Wiladah, yaitu melahirkan anak.

Hal-hal yang Terlarang Bagi Orang yang Berhadats

Orang yang berhadats kecil dilarang :
  • Sholat
  • Thowaf
  • Menyentuh dan membawa mushaf Al-Qur'an. Sebagian ulama ada yang membolehkan menyentuh dan membawa mushaf bagi orang yang berhadats kecil.
  • I'tikaf
    Dari Aisyah ra. berkata : Hadapkan rumah-rumah ini ke lain masjid, sebab sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid untuk ditempati orang yang haidh dan junub. (HR. Annasai)
Orang yang berhadats besar karena haid, nifas dan wiladah dilarang :
  • Sholat  
  • Thowaf  
  • Membaca Al-Qur'an
    Dari Ibnu Umar ra. berkata : Seorang yang junub dan wanita yang haidh tidak diperbolehkan membaca Al-Qur'an. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).  
  • Menyentuh dan membawa mushaf Al-Qur'an
    Dari Abdullah bin Abu Bakar : bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah SAW untuk Amar bin Hazem, terdapat keterangan bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali olrang yang suci. (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam keadaan mursal; Nasai dan Ibnu Hibban dengan maushul tapi ma'lul).  
  • Berpuasa  
  • Beri'tikaf dan dan berhenti di dalam masjid
    Dari Aisyah ra. berkata : Hadapkan rumah-rumah ini ke lain masjid, sebab sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid untuk ditempati orang yang haidh dan junub. (HR. Annasai)
  • Berhubungan sumi istri (bersenggama)
    Dari Abu Hurairah ra, berkata : Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang bersetubuh melalui farji istri yang sedang haidh atau menggauli istri melewati jalan belakangnya atau mendatangi tukang tenung (untuk minta diramal lalu percaya) maka sungguh telah kufur/ingkar terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
  • Bercerai
readmore »»  

Istinja | bersuci sesudah buang air

Istinja' menurut bahasa artinya terlepas atau selamat, sedangkan menutur Istilah adalah bersuci sesudah buang air besar atau buang air kecil.

Beristinja' hukumnya wajib bagi setiap orang yang baru buang air kecil maupun air besar, baik dengan air ataupun benda kesat selain air (seperti batu, kertas).

Cara beristinja' dapat dilakukan dengan salah satu dari cara berikut :

1. Membasuh atau membersihkan tempat keluar kotoran dengan air sampai bersih. Ukuran bersih ini ditentukan oleh keyakinan masing-masing.

2. Membasuh atau membersihkan tempat keluar dengan batu, kemudian dibasuh dan dibersihkan dengan air.


3. Membersihkan tempat keluar kotoran dengan batu atau benda-benda kesat lainnya sampai bersih. Membersihkan tempat keluar kotoran sekurang-kurangnya dengan tiga buah batu atau sebuah batu yang memiliki tiga permukaan sampai bersih.

Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya Nabi SAW melalui dua buah kuburan, kemudian beliau bersabda : Sesungguhnya kedua orang yang berada dalam kubur itu sedang disiksa. Adapun salah seorang dari keduanya sedang disiksa karena mengadu domba orang, sedangkan yang satunya sedang disiksa karena tidak menyucikan kencingnya." (HR. Bukhor dan Muslim).

Syarat-syarat istinja' dengan menggunakan batu atau benda keras/kesat terdiri dari enam macam :
  1. Batu atau benda itu kesat dan harus suci serta dapat dipakai untuk membersihkan najis.
  2. Batu atau benda itu tidak termasuk yang dihormati seperti bahan makanan atau batu masjid.
  3. Sekurang-kurangnya dengan tiga kali usapan sampai bersih.
  4. Najis yang dibersihkan belum sampai kering.
  5. Najis itu tidak pindah dari tempatnya.
  6. Najis itu tidak bercampur dengan benda lain, meskipun benda itu suci dan tidak terpercik oleh air.

Adab Buang Air
  1. Mendahulukan kaki kiri pada waktu masuk tempat buang air (WC).
  2. Membaca doa masuk WC.
    Bismillahi Allahumma innii 'a-udzubika minal khubutsi wal khoba-its (Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah aku berlindung kepadaMu daripada kotoran dan dari segala yang kotor).
  3. Mendahulukan kaki kanan ketika keluar dari WC.
  4. Membaca doa ketika keluar dari WC.
    Ghufroonakal hamdu lillaahil ladzii adzhaba 'annil hadzaa wa 'aafaanii (Aku mengharap ampunanMu. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kotoran yang menyakitkan diri saya, dan Engkau telah menyehatkan saya."
  5. Pada waktu buang air hendaklah memakai alas kaki.
    Istinja' hendaklah dilakukan dengan tangan kiri. Dalam sebuah hadits dinyatakan sebagai berikut :
    Dari Salman ra. ia berkata : "Sungguh Rasulullah SAW telah melarang kami mengahadap kiblat ketika sedang buang air besar/kecil dan melarang kami beristinja' dengan batu kurang dari tiga buah, dan melarang kami beristinja' dengan kotoran binatang atau dengan tulang." (HR. Muslim).

Hal-hal yang Dilarang Ketika Buang Air
  1. Buang air di tempat terbuka. Dari Aisyah ra ia berkata : Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Siapa saja yang datang ke tempat buang air hendaknya ia berlindung (di tempat tertutup)." (HR. Abu Daud).
  2. Buang air di air yang tenang.
  3. Buang air di lubang-lubang karena kemungkinan ada binatang yang terganggu di dalam lubang itu.
  4. Buang air di tempat yang dapat mengganggu orang lain.
    Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Jauhilah dua macam perbuatan yang dilaknat." Para sahabat bertanya : "Apa saja ya Rasul?". Rasul bersabda : "yaitu orang yang suka buang air di jalan orang banyak atau di tempat untuk berteduh". (HR. Ahmad, Muslim dan Abu daud).
  5. Buang air di bawah pohon yang sedang berbuah.
  6. Bercakap-cakap kecuali sanat terpaksa.
    Dari Jabir ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Apabila dua orang buang air besar hendaklah masing-masing bersembunyi dari yang lainnya dan jangan berbicara, karena Allah SWT mengutuk perbuatan yang demikian itu."
  7. Menghadap kiblat atau membelakinya.
  8. Membawa ayat-ayat Al-Qur'an.
readmore »»  

Thoharoh

Pengertian Thoharoh

Thoharoh secara bahasa artinya bersih, kebersihan atau bersuci. Sedangkan menurut istilah ialah suatu kegiatan bersuci dari hadats dan najis sehingga seseorang diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut dalam keadaan suci seperti sholat dan thowaf.

Kegiatan bersuci dari hadats dapat dilakukan dengan berwudhu, tayammum dan mandi, sedangkan bersuci dari najis meliputi mensucikan badan, pakaian dan tempat.

Dalil yang memerintahkan untuk bersuci antara lain :


"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri". (Al-Baqarah : 222).

"Dan bersihkanlah pakaianmu dan jauhilah perbuatan yang kotor (dosa). (Al-Muddatstsir : 4 - 5).

"Kebersihan itu sebagian dari iman." (HR. Mulim dari Abu Said Al-Khudri).

"Allah tidak akan menerima sholat seseorang yang tidak bersuci." (HR. Muslim).

Pengertian Najis

Najis dalam pandangan syariat Islam yaitu benda yang kotor yang mencegah sahnya suatu ibadah yang menuntut seseorang dalam keadaan suci seperti sholat dan thowaf. Dalam Al-Qur'an perkataan najis disebut juga dengan "rijsun" seperti tercantum dalam surat Al-Maidah ayat 90 :

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan".

Benda yang kelihatan kotor belum tentu najis, begitu juga sebaliknya. Misalnya, pakaian yang terkena tanah atau debu akan menjadi kotor tetapi tidak najis sehingga sah jika digunakan dalam sholat, tetapi sebaiknya harus dibersihkan terlebih dahulu. Dalam keadaan lain pakaian yang terkena kencing walaupun tidak berbekas lagi hukumnya adalah terkena najis dan tidak sah bila digunakan untuk sholat.

Alat-alat yang digunakan dalam Thoharoh
  1. Air, seperti air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air dari mata air, air salju (es) dan air embun.
  2. Bukan air, seperti debu dan benda-benda kesat lainnya seperti batu, kayu, kertas dan lain-lain.
Air dan Macam-macamnya

Ditinjau dari hukumnya, air dibagi menjadi empat macam :
  1. Air Mutlak atau Thohir Muthohir (suci menyucikan), yaitu air yang masih asli dan belum tercampur dengan benda lain yang terkena najis. Contohnya air hujan dan air laut.

    Allah SWT berfirman :

    "Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu." (QS. Al-Anfal : 11).

    "Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih." (QS. Al-Furqan : 48).

    "Laut itu airnya suci dan bangkainya halal dimakan." (HR. At-Turmudzi).
  2. Air yang dipanaskan dengan matahari (air musyammas), ialah air yang terjemur pada matahari dalam bejana selain emas dan perak tetapi dalam bejana yang terbuat dari logam yang dapat berkarat. Air jenis ini suci dan menyucikan tetapi hukumnya makruh untuk digunakan karena dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit. Adapun air yang berada di dalam bejana bukan logam atau air yang dipanaskan bukan dengan matahari seperti direbus tidak termasuk dalam jenis air musyammas.

    Diriwayatkan dari Aisyah ra, sesungguhnya dia memanaskan air pada sinar matahari, maka Rasulullah bersabda kepadanya. "Jangan engkau berbuat begitu wahai humaira, karena sesungguhnya yang demikian itu akan menimbulkan penyakit barash (sapak)". (HR. Al-Baihaqi).
  3. Air Muta'mal atau thohir ghairu muthohir (suci tidak mensucikan), yaitu air yang hukumnya suci tetapi tidak dapat untuk menyucikan. Ada tiga macam air yang termasuk jenis ini, yaitu :
    1. Air suci yang dicampur dengan benda suci lainnya sehingga air itu berubah salah satu sifatnya (warna, bau atau rasanya). Contoh air kopi, teh.
    2. Air suci yang sedikit yang kurang dari 2 kullah yang sudah dipergunakan untuk bersuci walalupun tidak berubah sifatnya.
    3. Air buah-buahan dan air pepohonan seperti air kelapa, air nira dan sebagainya.

  4. Air Najis, yaitu air yang tadinya suci dan kurang dari 2 kullah tetapi terkena najis walaupun tidak berubah sifatnya atau air yang lebih dari 2 kullah terkena najis berubah salah satu sifatnya. Air jenis ini tidak sah bila digunakan untuk berwudhu, mandi atau menyucikan benda yang terkena najis.

    "Air itu tidak dinajisi sesuatu, kecuali telah berubah rasanya, warnanya atau baunya." (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi).

    "Apabila air itu cukup dua qullah tidak dinajisi suatu apapun." (HR. Imam yang lima).


Macam-macam dan Najis dan Cara Menghilangkannya

1. Najis Mukhoffafah (ringan)Yang termasuk dalam najis ringan adalah air kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan atau minum sesuatu selain ASI.

Cara menghilangkan najis ringan adalah dengan memercikkan air pada benda yang terkena najis tersebut, sebagaimana sabda Rasul :

"Dibasuh dari kencing anak perempuan dan dipercikkan air dari air kencing anak laki-laki." (HR. Abu Daud dan An-Nasai).

2. Najis Mutawassithoh (sedang)Yang termasuk kelompok najis ini adalah :
a. BangkaiYang dimaksud bangkai adalah binatang yang mati karena tidak disembelih ata disembelih tidak menurut aturan syariat Islam, termasuk bagian tubuh dari hewan yang dipotong ketika masih hidup.

"Diharamkan atas kamu bangkai". (QS. Al-Maidah : 3).

"Segala sesuatu (anggota tubuh) yang dipotong dari binatang yang masih hidup termasuk bangkai". (HR. Abu Daud dan Turmudzi dari Abi Waqid Al-Laitsi).

Bangkai yang tidak termasuk najis adalah ikan dan belalang, keduanya halal untuk dimakan.

b. DarahSemua macam darah termasuk najis, kecuali darah yang sedikit seperti darah nyamuk yang menempel pada badan atau pakaian maka hal itu dapat dimaafkan.

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi." (QS. Al-Maidah : 3).

c. Nanah
Nanah pada hakikatnya adalah darah yang tidak sehat dan sudah membusuk. Baik nanah ini kental ataupun cair hukumnya adalah najis.

d. Muntah

e. Kotoran manusia dan binatangKotoran manusia dan binatang, baik yang keluar dari dubur atau qubul hukumnya najis, kecuali air mani. Walaupun air mani tidak najis tetapi hendaknya dibersihkan.

f. Arak (khamar)Semua benda yang memabukkan termasuk benda najis, berdasarkan firman Allah :

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan." (QS. Al-Maidah : 90).
Najis mutawashithoh terbagi dua, yaitu :

(1) Najis 'Ainiyah, yaitu najis mutawashitoh yang masih kelihatan wujudnya, warnanya dan baunya. Cara membersihkannya dengan menghilangkan najis tersebut dan membasuhnya dengan air sampai hilang warna, bau dan rasanya.

(2) Najis Hukmiyah, yaitu najis yang diyakini adanya tetapi sudah tidak kelihatan wujudnya, warnanya dan baunya. Contohnya adalah air kencing yang sudah mengering. Cara membersihkannya cukup dengan menggenangi/menyirami air mutlaq pada tempat yang terkena najis hukmiyah tersebut.


3. Najis Mughallazhoh (berat)
Yang termasuk najis ini adalah air liur dan kotoran anjing dan babi. Cara menghilangkan najis mughollazoh adalah dengan menyuci najis tersebut sebanyak tujuh kali dengan air dan salah satunya dengan memakan debu yang suci. Rasulullah SAW bersabda :

"Sucinya tempat dan peralatan salah seorang kaamu, apabila dijilat anjing hendaklah dicuci tujuh kali, salah satunya dengan debu (tanah)." (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
readmore »»  

RIBA

"Ar-ribaa" menurut bahasa artinya az-ziyaadah yaitu tambahan atau kelebihan. Riba menurut istilah syara' ialah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara' atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.

Riba hukumnya aram dan Allah melarang untuk memakan barang riba. Allah SWT berfirman :
"sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah : 275).


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS. Ali Imran : 130).

Jika Allah melarang hamba untuk memakan riba, maka Allah juga menjanjikan untuk melipat-gandakan orang yang dengan ikhlas mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah. Allah SWT berfirman :

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (QS. Al-Baqarah : 276).

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Jabir ra, ia berkata, Rasulullah SAW telah melaknat ornag-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya dan (selanjutnya Nabi bersabda) mereka itu semua sama saja." (HR. Muslim).

Jenis-jenis Riba
  1. Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh yang menukarkan. Contoh, tukar-menukar emas dengan emas, beras dengan beras, dengan ada kelebihan yang disyaratkan oleh orang yang menukarkannya. Supaya tukar-menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka harus memenuhi tiga syarat :
    1. Tukar-menukar barang tersebut harus sama
    2. Timbangan atau takarannya harus sama
    3. Serah terima pada saat itu juga.

    Rasulullah SAW bersabda :
    Dari Ubadah bin Ash-Shamit ra, Nabi SAW telah bersabda : "Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima, maka apabila berlainan jenisnya, maka boleh kamu menjual sekehendakmu, asalkan dengan tunai." (HR. Muslim dan Ahmad).

  2. Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami. Contoh, A meminjam uang kepada B sebesar Rp. 5.000 dan B mengharuskan kepada A mengembalikan uang itu sebesar Rp. 5.500. Tambahan lima ratus rupiah adalah riba qardhi.
  3. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima. Misalnya orang yang membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, antara penjual dan pembeli berpisah sebelum serah terima barang itu.
  4. Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jua-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan. Contoh, A membeli arloji seharga Rp. 500.000. Oleh penjual disyaratkan membayarnya tahun depan dengan harga Rp. 525.000. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun dinamakan riba nasiah.

    Rasulullah SAW bersabda :
    Dari Samurah bin Jundub ra, sesungguhnya Nabi SAW telah melarang jual-beli bintang dengan binatang yang pembayarannya diakhirkan." (HR. Lima ahli hadits dan disahkan oleh At-Turmudzi dan Abu Dawud).
readmore »»  

Aqiqah

Kata aqiqah menurut bahasa artinya penyembelihan binatang dari kelahiran seorang anak pada hari yang ketujuh, atau nama rambut yang terdapat di atas kepala bayi yang dilahirkan.

Aqiqah menurut syara' ialah penyembelihan binatang ternak pada hari ketujuh dari kelahiran anak laki-laki ataupu perempuan. Pada hari itu anak diberi nama yang baik dan rambut kepalanya dicukur.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Samurah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda : "Setiap anak yang baru lahir tergadai (menjadi tanggungan) dengan aqiqanya sampai disembelih (aqiqah) itu untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberi nama." (HR. Ahmad, Imam Empat dan Disahkan oleh At-Turmudzi).


Hukum Aqiqah

Aqiqah hukummnya sunnah muakkad bagi kedua orang tua yang mempunyai tanggungan belanja atas anak itu. Tetapi apabila awiqah ini dinadzarkan maka hukumnya wajib. Daging aqiqah nadzar harus dibagikan seluruhnya dan yang beraqiqah tidak boleh makan dagingnya sama sekali.

Adapun binatang ternak untuk aqiqah adalah kambing, bagi anak laki-laki dua ekor kambing dan bagi anak perempuan satu ekor kambing.

Rasulullah SAW bersabda :
"Allah tidak menyukai kenakalan anak-anak terhadap kedua orang tuanya (durhaka), siap yang dianugerahi seorang anak dan ingin beribadah menyembelih hewan untuknya, maka laksanakanlah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang setingkat dan untuk anak perempuan seekor kambiing." (HR. Abu Dawud).

Ketentuan dan sayarat binatang untuk aqiqah sama dengan ketentuan dan syarat binatang qurban.

Waktu Pelaksanaan Aqiqah

Penyembelihan aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh kelahiran anak atau hari keempat belas atau hari kedua puluh satu. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW :

Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dari Nabi SAW, sesungguhnya Nabi telah bersabda : "Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh kelahiran anak atau hari keempat belas atau hari kedua puluh satu." (HR. Al-Baihaqi).

Hal-hal yang Disunnahkan Waktu Melaksanakan Aqiqah

  1. Membaca basmalah.

  2. Membaca sholawat atas Nabi.

  3. Membaca takbir.

  4. Membaca doa.

    "Bismillahir rohmaanir rahiim Allahumma minka wa ilayka aqiiqotu fulaanin fa taqobbal minnii" (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah dari Engkau dan untuk Engkau aqiqah fulan (sebutkan nama anak yang diaqiqahi) ini aku persembahkan, maka terimalah dariku).
  5. Disembelih sendiri oleh ayah dari anak yang diaqiqahkan.

  6. Daging aqiqah dibagikan kepada fakir miskin dan tetangga setelah dimasak terlebih dahulu.
  7. Pada hari itu anak dicukur rambutnya dan diberi nama dan bersedekah seberat rambut bayi yang baru dicukur dengan nilai 1/2 atau 1 dirham. Sebagian ulama berpendapat bahwa sedekah itu seberat timbangan rambut bayi dengan nilai harga emas/perak.

    Rasulullah SAW bersada :
    Dari Ali bin Abi Thalib ia berkata, Rasulullah SAW telah mengaqiqahkan Hasan dengan seekor kambing, maka Nabi bersabda : "Hai Fathimah, cukurlah rambutnya, bersedekahlah dengan perak seberat rambutnya." Kemudian Ali berkata lagi : Fathimah kemudian menimbangnya satu dirham atau 1/2 dirham. (HR. At-Turmudzi).
readmore »»  

Luqathah | Barang Temuan

Luqathah (Barang Temuan)

Al-luqathah" menurut bahasa artinya barang temuan, sedangkan menurut istilah syara' ialah barang yang ditemukan di suatu tempat dan tidak diketahui siapa pemiliknya.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Zaid bin Khalid, sesungguhnya Nabi SAW ditanya orang tentang keadaan emas atau mata uang yang didapat. Beliau bersabda : "Hendaklah engkau ketahui tempatnya, kemudian umumkanlah (kepada masyarakat) selama satu tahun. Jika datang pemiliknya maka berikanlah kepadanya, dan jika tidak ada yang mengambilnya setelah satu tahun maka terserah kepadamu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).


Hukum luqathah
  1. Wajib (mengambil barang itu), apabila menurut keyakinan yang menemukan barang itu, jika tidak diambil akan sia-sia.
  2. Sunnah, apabila yang menemukan barang itu sanggup memeliharanya, dan sanggup mengumumkan kepada masyarakat selama satu tahun.
  3. Makruh apabila yang menemukan barang itu tidak percaya pada dirinya untuk melaksanakan amanah barang temuan itu dan khawatir ia akan khianat terhadap barang itu.
Kewajiban Bagi Orang yang Menemukan Barang
  1. Wajib menyimpannya dan memelihara barang temuan itu dengan baik.
  2. Wajib memberitahukan dan mengumumkan kepada khalayak ramai tentang penemuan barang tersebut dalam satu tahun.

    Rasulullah SAW bersabda :
    "Siapa yang menyimpan barang yang hilang maka ia termasuk sesat kecuali apabila ia memberitakan kepada umum dengan permberitahuan yang luas". (HR. Muslim).
  3. Wajib menyerahkan barang temuan tersebut kepada pemiliknya apabila diminta dan dapat menunjukkan bukti-bukti yang tepat.

    Jika benda yang ditemukan itu termasuk benda yang harganya murah, maka pengumuman itu cukup tiga harri dengan perkiraan yang punya benda itu sudah tidak memerlukannya lagi. Setelah itu yang menemukan benda itu boleh memanfaatkannya, dan jika yang punya benda itu datang mengambilnya setelah benda itu dimanfaatkan, maka yang memanfaatkannya harus bersedia untuk menggantinya.

    Jika yang ditemukan itu memerlukan biaya perwatan, seperti binatang ternak, maka biaya perawatan itu dibebankan kepada pemiliknya. Jika sudah beberapa bulan belum juga datang, maka hewan itu boleh dijual atau dipotong untuk dimakan dan jika pemiliknya datang, maka hasil penjualan hewann itu diserahkan kepada pemiliknya atau hewan yang dipotong itu diganti harganya.

    Rasulullah SAW bersabda :
    "Maka jika datang orang yang mempunyai barang tersebut, maka dialah yang lebih berhak atas barang itu." (Hr. Ahmad).
readmore »»  

Binatang yang Halal dan Yang Haram


Binatang yang halal maksudnya ialah binatang yang diperbolehkan bagi umat Islam untuk memakannya.


  1. Binatang yang hidup di darat

    Binatang yan hidup di darat yang termasuk jenis binatang yang baik, artinya tidak kotor atau menjijikan dan tidak digolongkan binatang yang haram menurut ketentuan Allah dan Rasul. Untuk memakan daging binatang yang halal ini harus disembelih terlebih dahulu dengan membacakan nama Allah SWT. Binatang halal ini dapat dicontohkan seperti binatang ternak, yaitu kerbau, sapi, kambing dan sebagainya atau binatang yang biasa hidup di hutan seperti kijang, rusa dan sebagainya.


    Firman Allah : "Dihalalkan bagimu binatang ternak." (QS. Al-Maidah : 1).

    Hadits Nabi SAW : Dari Jabir ra. Nabi SAW telah mengizinkan makan daging kuda. (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
  2. Binatang yang hidup di air

    Firman Allah : "Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan." (QS. Al-Maidah : 96)

    Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Mengenai laut, laut itu suci airnya dan halal bangkainya." (HR. Imam Empat).

    "Dihalalkan bagi kita (makan) dua macam bangkai dan dua macam darah, bangkai itu adalah bangkai ikan dan bangkai, sedangkan dua darah adalah hati dan limpa." (HR. Ad-Daruquthni)

Binatang yang Haram

  1. Binatang babi

    Firman Allah : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi." (QS. Al-Maidah : 3)
  2. Semua binatang yang dapat hidup dan tahan lama di dua tempat, yaitu di darat dan di air, seperti buaya, penyu, katak dan sebagainya.

    Dari Abdur Rahman bin Usman Al-Quraisyi ra, sesungguhnya seorang tabib telah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang katak yang dijadikan obat, maka Rasulullah SAW telah melarang membunuhnya." (HR. Ahmad disahkan oleh Al-Hakim)
  3. Semua binatang yang bertaring seperti harimau, srigala, anjing. kucing dan sebagainya. "Tiap-tiap binatang buas yang mempunyai taring adalah haram dimakan." (HR. Muslim dan Turmudzi)
  4. Semua binatang yang mempunyai kuku atau cakar tajam seperti elang, rajawali dan sebagainya. Nabi SAW telah melarang tiap-tiap burung yang mempunyai kuku tajam." (HR. Muslim)
  5. Binatang yang diperintahkan untuk dibunuh.

    Dari A'isyah ra. Rasulullah SAW telah bersabda : "Lima binatang yang jahat hendaklah dibunuh, baik ada di tanah halal maupun di tanah haram, yaitu ular, gagak, tikus, anjing galak dan burung elang." (HR. Muslim)
  6. Binatang yang dilarang untuk dibunuhnya yaitu seperti binatang semut, lebah, burung teguk dan burung surad.
readmore »»  

QURBAN

Pengertian dan Hukum Qurban

Qurban disebut juga udh-hiyyah yaitu binatang ternak yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) yang diniatkan semata-mata utntuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Berqurban hukumnya sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan). Allah SWT berfirman :

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. (QS. Al-Kautsar : 1-3).


Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa yang mempunyai kemampuan untuk berqurban dan ia tidak mau berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat sholat kami". (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

"Aku disuruh menyembelih qurban dan (qurban itu) sunnah bagi kamu". (HR. At-Turmudzi).

Binatang yang Diperbolehkan untuk Diqurbankan

Binatang yang diperbolehkan untuk diqurban ialah binatang yang dapat mendatangkan kelezatan, kenikmatan, banyak dagingnya (gemuk). Binatang itu boleh berua sapi, unta, dan domba/kambing. Seekor kambing untuk seorang, sedangkan seekor unta, sapi atau kerbau atau tujuh orang.

Dari Jabir, kami telah berqurban bersama Rasulullah SAW pada tahun Hudaybiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang. (HR. Muslim).

Adapun umur binatang yang sah untuk diqurban adalah sebagai berikut :
  1. Kambing/domba umur satu tahun lebih atau sudah berganti gigi disebut "dha-n".
  2. Kambing umur dua tahun lebih disebut "ma'z".
  3. Kerbau/sapi umur dua tahun lebih.
  4. Unta berumur lima tahun lebih yang disebut "ibil"
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Jabir, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Janganlah kamu menyembelih qurban kecuali musinnah, kecuali jika kamu kesulitan untuk mendapatkannya maka sembelihlah jadz'ah dari kambing". (HR. Muslim).

Yang dimaksud dengan musinnah ialah bintang yang telah berganti gigi. Bagi kambing/domba yang telah cukup berumur satu tahun lebih atau unta yang telah berumur lima tahun atau lebih.

Adapun yang dimaksud dengan jadz'ah ialah kambing yang telah berumur satu tahun.

Dari Uqbah bin Amir ia berkata, Rasulullah SAW telah mengatur penyembelihan qurban, maka Nabi telah menetapkan jadz'ah, maka aku bertanya kepada Nabi SAW, selanjutnya beliau bersabda : "Sembelihlah kambing yang engkau miliki". (HR. At-Turmudzi).

Sifat-sifat binatang yang dibuat qurban ialah binatang yang gemuk dan berlemak, tidak sakit-sakitan, tidak buta matanya, tidak pincang kakinya, tidak patah tanduknya, tidak sobek telinganya. Tidak putus ekornya, dan tidak dalam keadaan hamil.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Barra' bin Azib ra, ia berkata : Nabi SAW berada di antara kami dan bersabda : "Empat macam tidak boleh untuk qurban, yaitu buat sebelah yang nyata butanya, sakit yang nyata sakitnya, pincang yang nyata pincangnya, dan tua yang tidak mempunyai sumsum". (HR. Ahmad dan Imam Empat).

Dari Ali ra, Rasulullah SAW telah memerintahkan kami agar meneliti mata dan telinga, dan tidak boleh berqurban dengan yang buta sebelah, tidak yang terbelah bagian muka dan belakang atau kedua telinganya telah berlubang dan tidak yang ompong gigi depannya." (HR. Ahmad dan Imam Empat).

Imam Nawawi berpendapat bahwa qurban yang lebih utama menurut sahabat adalah binatang yang berwarna putih, kemudian yang berwarna kuning, kemudian yang bewarna abu-abu yaitu yang tidak keruh dengan warna putih, kemudian yang berwarna belang yaitu sebagain hitam dan sebagian putih, kemudian bewarna hitam mulus. (Subulus Salam Juz IV halaman 90).

Waktu Pelaksansaan Qurban

Waktu pelaksanaan qurban adalah sesudah shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan tiga hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

Rasulullah SAW bersabda :
"Siapa yang menyembelih qurban sebelum shlat Idul Adha maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barang siapa menyemebelih qurban sesudah shalat Idul Adha dan dua khutbah maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya dan ia telah menjalankan aturan Islam". (HR. AL-Bukhari)

"Semua hari tasyriq adalah waktu menyembelih qurban." (HR. Ahmad).

Sunnah-sunnah Pada Waktu Penyembelihan Qurban
  1. Membaca basmalah.

  2. Membaca Shalawat atas Nabi Muhammad SAW.

  3. Membaca takbir.

  4. Disembelih oleh orang yang berqurban sendiri, tidak minta tolong kepada orang lain.
  5. Kaki yang menyembelih ditumpangkan pada leher binatang qurban.

    Rasulullah SAW bersabda :
    Dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Nabi SAW pernah berqurban dengan dua ekor kambing kibas yang bertanduk, yaitu dengan menyebut nama Allah, bertakbir dan meletakkan kakinya di atas leher kedua kambing tersebut, dan pada lafazh yang lain, beliau menyembelihnya dengan tangannya sendiri, dan pada lafaz lain lagi, dua kambing yang gemuk, dan satu lafaz lagi bagi muslim, beliau menyebut Bismillahi Allahu Akbar.
  6. Yang menyembelih qurban menghadap kiblat demikian pula binatang qurbannya dihadapkan ke arah kiblat.
  7. Ketika menyembelih membca doa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW :
    Rasulullah SAW ketika menyembelih qurban mengucapkan doa : "Allahumma taqobbal min muhammadin wa aali muhammadin wa min ummati muhammadin" (Ya Allah, terimalah qurban Muhammad, keluarga Muhammad dan dari ummat Muhammad SAW). (HR. Ahmad dan Muslim)

    Doa lain yang dibaca Rasulullah SAW :
    "Bismillahir rohmaanir rahiim Allahumma minka wa ilayka udh-hiyatan fa taqobbal minnii" (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah dari Engkau dan untuk Engkau qurban ini aku persembahkan, maka terimalah).
Cara Membagikan Daging Qurban

Apabila qurban nazar (yang hukumnya wajib), maka seluruh daging qurban wajib dibagikan kepada fakir miskin dan yang berkurban tidak boleh memakannya. Jika qurban adalah qurban sunnah (qurban biasa) maka daging qurbannya dapat dibagi tiga bagian, yaitu :
  1. 1/3 bagian untuk yang berqurban dan keluarganya.
  2. 1/3 bagian untuk disedekahkan kepada fakir miskin.
  3. 1/3 bagian disimpan dan disedekahkan kepada orang-orang yang datang kemudian atau orang yang membutuhkannya.
Allah berfirman :
"Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir." (QS. Al-Hajj : 28)

"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur." (QS. Al-Hajj : 36)

Rasulullah SAW bersabda :
"Janganlah kamu menjual daging denda haji dan daging qurban, dan makanlah, dan sedekahkanlah dagingnya itu serta ambillah manfaat kulitnya dan jangan engkau menjualnya." (HR. Ahmad).
readmore »»  

Makanan dan Minuman yang Halal dan yang Haram

Makanan yang Halal

Halal artinya boleh, jadi makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syari'at Islam. segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah hahal dimakan, kecuali apabila ada nash Al-Quran atau Al-Hadits yang menghatamkannya. Ada kemungkinan sesuatu itu menjadi haram karena memberi mudharat bagi kehidupan manusia seperti racun, barang-barang yang menjijikan dan sebagainya.

Allah berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah." (QS. Al-Baqarah : 17)



"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi." (QS. Al-Baqarah : 168).

"Menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS. Al-A'raf : 157)

Dari Abu Hurairah RA. ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah SWT adalah Zat Yang Maha Baik, tidak mau menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang mu'min sesuai dengan apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta'ala berfirman : Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang sholeh. Allah Ta'ala berfirman : Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kamu sekalian...". (HR. Muslim)

Rasulullah SAW, ditanya tentang minyak sanin, keju dan kulit binatang yang dipergunakan untuk perhiasan atau tempat duduk. Rasulullah SAW bersabda : Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan Allah di dalam Kitab-Nya adalah haram, dan apa yang didiamkan (tidak diterangkan), maka barang itu termasuk yang dimaafkan". (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi).

Berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi SAW, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis makanan yang halal ialah :
  1. Semua makanan yang baik, tidak kotor dan tidak menjijikan.
  2. Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
  3. semua makanan yang tidak memberi mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani dan tidak merusak akal, moral, dan aqidah.
  4. Binatang yang hidup di dalam air, baik air laut maupun air tawar.

Makanan yang Haram

Haram artinya dilarang, jadi makanan yang haram adalah makanan yang dilarang oleh syara' untuk dimakan. Setiap makanan yang dilarang oleh syara' pasti ada bahayanya dan meninggalkan yang dilarang syara' pasti ada faidahnya dan mendapat pahala.

Yang termasuk makanan yang diharamkan adalah :

  1. Semua makanan yang disebutkan dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 3 dan Al-An'am ayat 145 :

    "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala." (QS. Al-Maidah : 3)

    "Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-An'am : 145)

    Catatan :
    semua bangkai adalah haram kecuali bangkai ikan dan belalang.
    semua darah haram kecuali hati dan limpa.
  2. Semua makanan yang keji, yaitu yang kotor, menjijikan.

    "Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS. Al-A'raf : 157)
  3. Semua jenis makanan yang dapat mendatangkan mudharat terhadap jiwa, raga, akal, moral dan aqidah.

    "Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi (akibatnya), dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar." (QS. Al-A'raf : 33).
  4. Bagian yang dipotong dari binatang yang masih hidup.

    Sabda Nabi SAW : "Daging yang dipotong dari binatang yang masih hidup, maka yang terpotong itu termasuk bangkai". (HR. Ahmad)
  5. Makanan yang didapat dengan cara yang tidak halal seperti makanan hasil curian, rampasan, korupsi, riba dan cara-cara lain yang dilarang agama.

Minuman yang Halal

Minuman yang halal pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 bagian :

  1. Semua jenis aiar atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia, baik membahayakan dari segi jasmani, akal, jiwa, maupun aqidah.
  2. Air atau cairan yang tidak memabukkan walaupun sebelumnya pernah memabukkan seperti arak yang berubah menjadi cuka.
  3. Air atau cairan itu bukan berupa benda najis atau benda suci yang terkena najis.
  4. Air atau cairan yang suci itu didapatkan dengan cara-cara yang halal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.

Minuman yang Haram

  1. Semua minuman yang memabukkan atau apabila diminum menimbulkan mudharat dan merusak badan, akal, jiwa, moral dan aqidah seperti arak, khamar, dan sejenisnya.

    Allah berfirman : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". (QS. Al-Baqarah : 219)

    Dalam ayat lain Allah berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al-Maidah : 90)

    Nabi SAW bersabda : "Sesuatu yang memabukkan dalam keadaan banyak, maka dalam keadaan sedikit juga tetap haram." (HR An-Nasa'i, Abu Dawud dan Turmudzi).
  2. Minuman dari benda najis atau benda yang terkena najis.
  3. Minuman yang didapatkan dengan cara-cara yang tidak halan atau yang bertentangan dengan ajaran Islam.
readmore »»